Penganiayaan Perawat Siloam: Bukti Kurangnya Pengetahuan Masyarakat

Biro Jurnalistik LK2 FHUI
3 min readApr 25, 2021

--

Cr: PMJ NEWS

Dikutip dari Kompas.com, dari artikel berjudul “Ramai Penganiayaan Perawat di RS Siloam Sriwijaya, Ini Kronologi dan Tanggapan PPNI”, peristiwa tersebut terjadi ketika pelaku (JT) menjemput anaknya yang dirawat di Rumah Sakit Siloam Palembang, Sumatera Selatan. (RS Siloam).

Kemudian JT mendapati tangan anaknya berdarah yang menurutnya dikarenakan oleh perawat yang tidak becus ketika mencabut infus anaknya.

Sontak, JT pun memanggil korban (CRS) untuk datang ke ruang perawatan anaknya.

CRS pun datang bersama beberapa rekannya. Belum sempat menjelaskan kejadian, namun JT langsung menampar wajah CRS.

Majelis Etik Keperawatan yang berasal dari PPNI dan Komite Etik yang berasal dari RS Siloam melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran SOP yang dilakukan oleh CRS.

Pada hasil investigasi yang keluar pada hari Senin, 19 April 2021, menyatakan tidak ditemukan pelanggaran kode etik oleh CRS.

Kasus ini menuai respon dari berbagai kalangan di masyarakat. Pada Jumat, 16 April 2021 dalam akun Instagram @dpp_ppni, PPNI mengunggah press release bahwa mereka mengutuk keras tindak kekerasan kepada perawat yang sedang menjalankan tugas profesi.

Selanjutnya, dalam unggahan tersebut mereka juga menjelaskan bahwa akan membawa kasus ini ke jalur hukum dan CRS akan didampingi oleh kuasa hukum dari RS Siloam dan dari badan bantuan hukum PPNI.

Menurut pantauan Kompas.com, dalam artikel “Trending #SavePerawatIndonesia, Ini Kronologi Penganiayaan Perawat di RS Siloam Sriwijaya”, hingga Sabtu 17 April 2021 pukul 6.40 WIB, tagar #SavePerawatIndonesia menduduki posisi ke-3 trending topic Twitter Indonesia dengan lebih dari 14.000 cuitan menggunakan tagar tersebut.

Pada Sabtu, 17 April 2020, JT telah ditetapkan sebagai tersangka. Dikutip dari detik.com, JT telah ditahan pihak kepolisian dan dijerat pasal berlapis.

Kesalahan JT terkait penganiayaan dan perusakan barang. Hal tersebut dikarenakan JT juga merusak handphone milik CRS.

Untuk kasus penganiayaan JT dijerat Pasal 351 KUHPidana dengan ancaman hukuman dua tahun delapan bulan penjara atau denda sebesar Rp 4.500.

Sedangkan, untuk kasus perusakan barang JT dijerat Pasal 406 dengan ancaman hukuman dua tahun delapan bulan penjara atau denda sebesar Rp 4.500.

Kasus diatas hanya satu dari banyak kasus penganiayaan terhadap para perawat ataupun tenaga kesehatan lainnya. Walaupun sebenarnya telah ada regulasi yang mengatur mengenai perlindungan tenaga kesehatan.

Pasal 57 huruf a Undang-Undang №36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga Kesehatan) menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.

Dalam kasus ini terlihat bahwa masih terdapat masyarakat yang bersikap kasar dan arogan terhadap tenaga kesehatan.

Maka dari itu, Pemerintah diharapkan dapat melakukan pencerdasan kepada masyarakat mengenai hubungan tenaga kesehatan dengan pasien.

Misalnya apabila ada permasalahan antara tenaga kesehatan dengan pasien maupun keluarga pasien, pasien diberikan wadah untuk memberikan kritik kepada pihak rumah sakit.

Pengaduan tenaga kesehatan ke konsil sendiri telah diatur didalam Pasal 49 UU Tenaga Kesehatan dimana Tenaga Kesehatan wajib menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan.

Dari pencerdasan ini diharapkan bahwa tidak ditemukan lagi tindakan main hakim sendiri hingga berujung kekerasan fisik terhadap tenaga kesehatan.

— — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — — —

Editorial Team

Researcher : Dimas Akmal Nurulhady
Writer : Anita Apsari
Editor : Ainisa Hijirah Kireina
Designer : Helen Solagratia

--

--

Biro Jurnalistik LK2 FHUI

Biro Jurnalistik merupakan bagian dari Lembaga Kajian Keilmuan (LK2) yang merupakan badan otonom di lingkungan fakultas hukum Universitas Indonesial